Selamat Datang Risna's Simple Blog: Desember 2012

Galeri

Khulafaur Rasyidin :Abu Bakar ash-Siddiq


Khulafaur Rasyidin: Abu Bakar Ash-Shiddiq (632-634 M) Sang Pembela Rasulullah
Abu Bakar termasuk pelopor kaum Muslimin pertama, As-Sabiqunal Awwalun, para pendahulu. Ia adalah orang yang memercayai Rasulullah di saat banyak orang menganggap beliau gila. Abu Bakar termasuk orang yang siap mengorbankan nyawanya, di saat banyak orang hendak membunuh Rasulullah.
Nama awal Abu Bakar adalah Abdullah bin Abu Quhafah. Dalam lembaran sejarah disebutkan nama ayahnya adalah Abu Quhafah. Ini pun bukan nama sebenarnya. Utsman bin Amir demikian nama lain dari Abu Quhafah. Abu Bakar lahir pada 573 Masehi, lebih muda sekitar tiga tahun dari Nabi Muhammad.
Sebelum masuk Islam, ia dipanggil dengan sebutan Abdul Ka’bah. Ada cerita menarik tentang nama ini. Ummul Khair, ibunda Abu Bakar sebelumnya beberapa kali melahirkan anak laki-laki. Namun setiap kali melahirkan anak laki-laki, setiap kali pula mereka meninggal. Sampai kemudian ia bernazar akan memberikan anak laki-lakinya yang hidup untuk mengabdi pad Ka’bah. Dan lahirlah Abu Bakar.
Setelah Abu Bakar lahir dan besar ia diberi nama lain; Atiq. Nama ini diambil dari nama lain Ka’bah,

Ketika.Bumi menjadi Sempit

Ketika Bumi Menjadi Sempit
Berikut ini merupakan kisah dari Ka’ab bin Malik.
Ketika Nabi yang mulia berangkat perang bersama para sahabat beliau dalam perang Tabuk, ada tiga orang sahabat yang enggan ikut dalam barisan pasukan Nabi, yaitu Ka’ab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan Mararah bin Rabi’ah. Ka’ab bercerita, “Ketika kudengar berita bahwa Nabi telah kembali dari Tabuk, terpikir dalam hatiku untuk berdusta. Aku berpikir bagaimana supaya selamat dari kemurkaan Nabi. Namun ketika Nabi sudah sampai di Madinah, aku berpikir bahwa aku tidak akan selamat sedikit pun.
Aku kemudian memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya mengapa aku tidak ikut berperang bersama beliau. Nabi datang di Madinah. Aku temui dia. Beliau tersenyum, senyum marah. “Kemarilah,” ujar Nabi.

C.I.N.T.A UTK SIAPA?



"Cinta
itu
cahaya
sanubari, kurniaan Tuhan
untuk insani
Rasa bahagia biarpun
sengsara, berkorban segala-
gala"
Lirik lagu nasyid "Kerana Cinta" ini
singgah sebentar di minda ini bila menulis
tajuk ini.
Seringkali perkataan ini bermain-main di
fikiran dan seringkali juga ia menjadi
tanda tanya orang-orang di sekelilingku
bila cinta sejati akan menjemputku. Bukan
tidak pernah diintai oleh sang kumbang,
tetapi tanpa ikatan yang sah, aku tidak
akan sekali-kali membenarkan sang

Kisah Iblis dan Ibnu Ummi Maktum


Iblis dan Ibnu Ummi Maktum
Abdullah bin Ummi Maktum adalah salah seorang sahabat yang mulia. Dia menjadi salah satu sebab turunnya surah ‘Abasa. Suatu hari, Abdullah bin Ummi Maktum mengikuti pengajian Rasulullah SAW. Dalam kesempatan itu, Rasul menyampaikan akan kewajiban setiap Muslim yang mendengar azan untuk segera menunaikan shalat. Karena kondisi fisiknya, yakni matanya yang buta, ia memberanikan diri bertanya kepada Rasulullah SAW.
“Wahai Rasulullah SAW, apakah saya juga diwajibkan kendati saya tidak bisa melihat?” tanya Ibnu Ummi Maktum. Rasul menjawab, “Apakah kamu mendengar seruan azan?” Ibnu Ummi Maktum menjawab, “Ya, saya mendengarnya.” Rasul pun memerintahkannya agar ia tetap pergi ke masjid meskipun sambil merangkak.
Maka, dengan penuh keimanan, setiap azan berkumandang dan waktu shalat tiba, ia pun segera pergi ke masjid dan berjamaah dengan Rasulullah SAW. Suatu ketika di waktu Subuh, saat azan dikumandangkan, Ibnu Ummi Maktum pun bergegas ke masjid. Di tengah jalan, kakinya tersandung batu hingga akhirnya mengeluarkan darah. Namun, tekadnya sudah bulat untuk tetap berjamaah ke masjid.
Waktu Subuh berikutnya, ia bertemu dengan seorang pemuda. Pemuda tersebut bermaksud menolongnya dan menuntunnya ke masjid. Selama berhari-hari, sang pemuda ini selalu mengantarnya ke masjid. Ibnu Ummi Maktum pun kemudian ingin membalas kebaikannya. “Wahai saudaraku, siapakah gerangan namamu. Izinkan aku mengetahuimu agar aku bisa mendoakanmu kepada Allah,” ujarnya.
“Apa untungnya bagi Anda mengetahui namaku dan aku tak mau engkau doakan,” jawab sang pemuda. “Jika demikian, cukuplah sampai di sini saja engkau membantuku. Aku tak mau engkau menolongku lagi sebab engkau tak mau didoakan,” tutur Ibnu Ummi Maktum kepada pemuda itu.
Maka, sang pemuda ini pun akhirnya mengenalkan diri. “Wahai Ibnu Ummi Maktum, ketahuilah

Abdullah,bin Ummi Maktum Pahlawan tuna netra

Abdullah bin Ummi Maktum, Pahlawan Tuna Netra
Dalam
memiliki ilmu dan adab istimewa yang dikaruniakan
menggantikan
sebagai cahaya dalam pandangan dan pancaran di hati. Sehingga ia dapat melihat
yang
kepala
mengetahui apa yang tersembunyi.
Bila Rasulullah SAW pergi ke berbagai medan
menjadi
mengimami shalat jamaah di mihrab beliau,
mimbar dengan khusyuk.
Pada awal sejarah Islam, Abdullah bin Ummi
untuk bergabung bersama orang-orang yang telah memeluk Islam. Ketika itu ia masih
merasakan betul manisnya keimanan. Menginjak
bahwa ajaran Islam telah menjadikan hatinya
matanya tak mampu melihat, namun
merupakan
itu
dikaruniakan Allah kepadanya.
Ibnu Ummi Maktum mempunyai naluri yang

Bening Hati Berbalas Syurga

Bening Hati Berbalas Surga
Suatu hari, Rasulullah sedang duduk di masjid dikelilingi para sahabat. Beliau tengah mengajarkan ayat-ayat Qur’an. Tiba-tiba Rasulullah berhenti sejenak dan berkata,”Akan hadir diantara kalian seorang calon penghuni surga”. Para sahabat pun bertanya-tanya
orang
siapakah hati, dimaksud Rasulullah antusias mereka kedatangan orang mata memandang ke arah pintu.
Tak berapa lama kemudian, seorang melenggang laki-laki
Para sahabat heran, inikah orang yang dimaksud Rasulullah? Dia tak lebih dari seorang laki-laki
kebanyakan. Dia antara sahabat utama. Dia juga bukan dari golongan tokoh Quraisy. Bahkan, tak banyak yang sejauh ini tak terdengar keistimewaan dia.Ternyata, kejadian ini berulang sampai tiga kali pada hari-hari Tiap kali Rasulullah berkata akan hadir di antara kalian laki-laki surga,

SEDEKAH YG SLH ALAMAT?


Sedekah yang Salah Alamat?
Suatu ketika, Rasulullah Saw., seperti yang kerap beliau lakukan, berbincang-bincang dengan para sahabat di serambi Masjid Nabawi, Madinah. Selepas berbagi sapa dengan mereka, beliau berkata kepada mereka, “Suatu saat ada seorang pria berkata kepada dirinya sendiri, ‘Malam ini aku akan bersedekah!’ Dan, benar, malam itu juga dia memberikan sedekah kepada seorang perempuan yang tak dikenalnya. Ternyata, perempuan itu seorang pezina. Sehingga, kejadian itu menjadi perbincangan khalayak ramai.
“Akhirnya, kabar tersebut sampai juga kepada pria itu. Mendengar kabar yang demikian, pria itu bergumam, ‘Ya Allah! Segala puji hanya bagi-Mu.Ternyata, sedekahku jatuh ke tangan seorang pezina. Karena itu, aku akan bersedekah lagi!’
“Maka, pria itu kemudian mencari seseorang yang menurutnya layak menerima sedekah. Ternyata, penerima sedekah itu, tanpa diketahuinya, adalah orang kaya. Sehingga, kejadian itu lagi-lagi menjadi perbincangan khalayak ramai, lalu sampai juga kepada pria yang bersedekah itu.
“Mendengar kabar yang demikian, pria itu pun bergumam,’Ya Allah! Segala puji hanya bagi-Mu. Ternyata, sede‐kahku itu jatuh ke tangan orang kaya. Karena itu, aku akan bersedekah lagi!’
Maka, dia kemudian, dengan cermat, mencari seseorang yang menurutnya layak menerima sedekah. Ternyata, penerima sedekah yang ketiga, tanpa diketahuinya, adalah seorang pencuri. Tak lama berselang, kejadian itu menjadi perbincangan khalayak ramai, dan kabar itu sampai kepada pria yang bersedekah itu.
Mendengar kabar demikian, pria itu pun mengeluh, ‘Ya Allah

PENCURI,YG YERCURI

Pencuri yang Tercuri
Malik ibn Dinar adalah
periwayat hadis dari generasi tabi’in. Ia orang miskin. Sangat miskin. Tidak ada barang berharga di rumahnya. Jelas, jika ada pencuri memasuki rumahnya, itu adalah keputusan
salah. Seperti pencuri yang satu ini.
Suatu malam, pencuri rumah Malik ibn Dinar. Ia mencari-cari barangkali ada barang berharga yang bisa dicuri. Semua ruangan dimasuki. Malik ibn Dinar yang saat itu sedang mengerjakan shalat di kamarnya tahu jika ada yang masuk ke rumahnya. Ia tetap mengerjakan sama khawatir kedatangan si pencuri.
pencuri itu tidak akan menemukan apa pun yang bisa dibawa. Sebab, dirinya hanya orang miskin yang tidak punya apa-apa. Sampai kemudian si pencurikamar ke masuK mengerjakan shalat, kebetulan, Malik
mengerjakan shalat. Si pencuri terkejut. Ternyata rumah ini ada penghuninya.

Abdullah bin mas'ud .pemegang Rahasia rosulullah shalallahu alahi wa sallam

Abdullah bin Mas’ud, Pemegang Rahasia Rasulullah
Tak berapa lama setelah memeluk Islam, Abdullah bin Mas’ud mendatangi Rasulullah dan memohon kepada beliau agar diterima menjadi pelayan beliau. Rasulullah pun menyetujuinya.
Sejak hari itu, Abdullah bin Mas’ud tinggal di rumah Rasulullah. Dia beralih pekerjaan dari penggembala domba menjadi pelayan utusan Allah dan pemimpin umat. Abdullah bin Mas’ud senantiasa mendampingi Rasulullah bagaikan layang-layang dan benangnya. Dia selalu menyertai kemana pun beliau pergi.
Dia membangunkan Rasulullah untuk shalat bila beliau tertidur, menyediakan air untuk mandi, mengambilkan terompah apabila beliau hendak pergi dan membenahinya apabila beliau pulang. Dia membawakan tongkat dan siwak Rasulullah, menutupkan pintu kamar apabila beliau hendak tidur.
Bahkan Rasulullah mengizinkan Abdullah memasuki kamar beliau jika perlu. Beliau memercayakan kepadanya hal-hal yang rahasia, tanpa khawatir rahasia tersebut akan terbuka. Karenanya, Abdullah bin Mas’ud dijuluki orang dengan sebutan “Shahibus Sirri Rasulullah” (pemegang rahasia Rasulullah).
Abdullah bin Mas’ud dibesarkan dan dididik dengan sempurna dalam rumah tangga Rasulullah. Karena itu tidak kalau dia menjadi seorang yang terpelajar, berakhlak tinggi, sesuai dengan karakter dan sifat-sifat yang dicontohkan Rasulullah kepadanya. Sampai-sampai orang mengatakan, karakter dan akhlak Abdullah bin Mas’ud paling mirip dengan akhlak Rasulullah.

Petuah untuk Murah Rezeki dan Dijauhkan Kesulitan

Petuah untuk Murah Rezeki dan Dijauhkan Kesulitan
Abu Yazid Al Busthami, pelopor sufi, pada suatu hari pernah didatangi seorang lelaki yang wajahnya kusam dan keningnya selalu berkerut.Dengan murung lelaki itu mengadu,”Tuan Guru, sepanjang hidup saya, rasanya tak pernah lepas saya beribadah kepada Allah. Orang lain sudah lelap, saya masih bermunajat. Isteri saya belum bangun, saya sudah mengaji. Saya juga bukan pemalas yang enggan mencari rezeki. Tetapi mengapa saya selalu malang dan kehidupan saya penuh kesulitan?”
Sang Guru menjawab sederhana, “Perbaiki penampilanmu dan rubahlah roman mukamu. Kau tahu, Rasulullah SAW adalah penduduk dunia yang miskin namun wajahnya tak pernah keruh dan selalu ceria.

ALI BIN ABI THALIB N HUKUM

Ali bin Abi Thalib dan Hukum
Alkisah pada masa Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah, ia kehilangan baju dir’a (baju besi) miliknya. Tidak berapa lama, ia mendapati baju besinya ada pada seorang Yahudi. Namun, ketika ditanya Ali, orang Yahudi itu bersikukuh bahwa baju besi itu adalah miliknya. Akhirnya, keduanya sepakat untuk membawa perkara itu ke hadapan hakim.
Setelah mendengar duduk perkaranya, hakim yang bernama Syuraih bertanya kepada Ali, apakah ia mempunyai bukti-bukti yang mendukung pernyataannya. Ali pun menghadirkan dua saksi, yaitu pembantunya, Qanbar dan anaknya, Hasan bin Ali, cucu Rasulullah Saw.

Kisah Tsabit bin Ibrahim –Menikah karena Buah Apel


Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba
melihat Sebuah apel jatuh keluar pagar
buah-buahan. kebun sebuah apel yang merah ranum itu tergeletak di tanah membuat air liur Tsabit terbit, apalagi di hari yang panas dan tengah kehausan. Maka tanpa berfikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang lazat itu, akan tetapi dia makan di setengahnya bahawa buah itu bukan miliknya dan dia belum mendapat izin pemiliknya.
Maka ia segera pergi kedalam kebun buah-buahan itu hendak
pemiliknya agar meninta buah yang telah dimakannya. Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja dia berkata, “Aku sudah makan setengah dari buah apel ini. Aku berharap
menghalalkannya”. Orang menjawab, “Aku bukan pemilik kebun ini. Aku Khadamnya yang ditugaskan menjaga dan mengurus kebunnya”. Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, “Dimana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan
dihalalkan apel yang telah ku makan ini.” Pengurus kebun itu memberitahukan, “Apabila engkau ingin pergi
harus engkau maka perjalan sehari semalam”. Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orang tua itu, “Tidak mengapa. Aku akan tetap
menemuinya, meskipun jauh. Aku telah memakan apel yang kerana tanpa tidak halal bagiku
pemiliknya. Bukankah Rasulullah s.a.w. sudah memperingatkan kita sabdanya: “Siapa yang
tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka”
rumah ke pergi juga Tsabit kebun itu, dan setiba di langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan memberi langsung Tsabit dengan sopan, seraya berkata,” Wahai tuan yang pemurah, saya
terlanjur makan setengah apel tuan yang jatuh ke
mahukah itu Kerana tuan. menghalalkan apa yang makan itu?” Lelaki tua yang ada dihadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata tiba-tiba, “Tidak,
boleh menghalalkannya kecuali dengan satu syarat.” Tsabit merasa khawatir dengan syarat itu kerana takut ia tidak dapat memenuhinya. Maka segera ia bertanya, “Apa syarat itu tuan?

Meninggalkan yang Haram

Meninggalkan Yang Haram
Dalam sebuah hadis, diriwayatkan tentang seorang penjahat yang ingin bertaubat. Ia masuk ke masjid. Ketika S.A.W Rasulullah itu mengimamkan sholat. menunaikan sholat berbincang-bincang dan penjahat yang
mendengar itu bertaubat ingin
Rasulullah S.A.W berkata, “Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu

Dimana Allah


Di Mana Allah

Alkisah, ada seorang pemuda yang bekerja sebagai penggembala domba. Jumlah domba yang dia gembalai berjumlah ratusan ekor. Bertahun-tahun dia bekerja tanpa pernah mengeluh meski hasil jerih payahnya tak seberapa.

Suatu ketika, datang seorang musafir yang sangat kehausan setelah menempuh perjalanan jauh. Melihat ada pengembala domba tersebut, gembiralah hati musafir itu. Sang musafir meminta minum kepada si pemuda penggembala tersebut. Namun, pemuda itu menjawab bahwa dirinya tak punya air minum untuk diberikan kepada si musafir.

Musafir tersebut kemudian memohon memelas agar diizinkan mengambil air susu dari seekor domba yang digembalakan si pemuda itu. Pemuda tersebut menolak dengan halus. “Ayolah, saudaraku. Tolonglah aku. Aku sangat haus. Izinkan aku untuk memerah dombamu sekadar beberapa teguk untuk menghilangkan dahagaku,” ujar sang musafir. Pemuda itu menjawab, “Domba-domba ini bukan kepunyaanku, aku tak berani mengizinkan engkau sebelum majikanku mengizinkannya.”

Pemuda mengatakan, “Kalau kau mau, tunggulah di sini sebentar. Kucarikan telaga dan kuambilkan air untukmu, saudaraku.” Kemudian, pergilah pemuda tersebut mencarikan air untuk sang musafir. Setelah dapat, diberikannya air itu kepada si musafir. “Alhamdulillah, segar sekali rasanya,” kata sang musafir. “Terima kasih wahai anak muda,” lanjut musafir itu.

Kemudian, mereka sejenak beristirahat sambil berbagi kisah. Siang semakin terik. “Mengapa kau tadi tidak ikut minum,” tanya musafir kepada pemuda tadi. “Maaf, saya sedang berpuasa,” jawab si pemuda. Musafir itu tercengang mendengar pengakuan pemuda tersebut. “Matahari semakin tinggi, sedangkan engkau berpuasa?” tanya musafir itu penuh tanya. Pemuda itu menjawab, “Aku berharap kelak mudah-mudahan Allah menaungi diriku pada saat hari kiamat nanti. Karena itu, aku berpuasa.”

Rasa kagum dan penasaran membuat si musafir ingin mengetes keimanan sang pemuda penggembala tersebut. Lalu, musafir itu berkata, “Hai anak muda, bolehkah aku membeli seekor saja dombamu. Aku lapar, tolonglah aku.”

“Maaf tuan, aku tidak berani sebelum mendapat izin dari majikanku,” kata pemuda itu.

“Ayolah anak muda. Domba yang kau gembalakan sangat banyak. Tentulah tuanmu tidak akan mengetahui meski kau jual seekor saja. Perutku sangat lapar, tolonglah aku,” rayu musafir tersebut.

“Aku sungguh ingin menolongmu. Kalau saja aku memiliki makanan, tentu akan kuberikan untukmu, tuan. Tapi, tolong jangan paksa aku untuk melakukan hal yang tak mungkin aku lakukan tuan,” ucap pemuda tersebut.

“Tidak akan ada yang tahu hai anak muda. Kuberikan seribu dirham untukmu untuk seekor domba saja. Ayolah. Tidakkah kau kasihan kepadaku?” kata musafir itu yakin bahwa pemuda tersebut akan goyah dengan suap seribu dirham.

Musafir itu terus memaksa si pemuda untuk menjual seekor dombanya. Bahkan, musafir itu tambah gusar dan marah.

Akhirnya, pemuda itu berkata, “Majikanku bisa saja tidak tahu jikalau aku menjual seekor dombanya. Sebab, jumlahnya sangat banyak. Dan mungkin saja, majikanku tidak akan menanyakan domba-dombanya. Dia tidak akan rugi meski aku menjual seekor di antara domba kepunyaanya. Tapi, kalau aku berbuat begitu, lalu di mana Allah? Di mana Allah? Di mana Allah? Sungguh, aku tak mau di dalam dagingku tumbuh duri neraka karena uang yang tidak halal bagiku.”

Pemuda itu menangis karena takut tergoda berbuat sesuatu yang dimurkai Allah. Dia menangis karena kecintaanya kepada Allah.

Musafir tersebut tertegun. “Allahu akbar!!” musafir itu ikut menangis.

“Katakan padaku wahai anak muda, di mana majikanmu tinggal. Aku ingin membeli seekor dombanya,” kata musafir tersebut.

Setelah mendapat jawaban tentang tempat tinggal majikan pemuda tadi, musafir itu memberikan uang seribu dirham tadi kepada si pemuda. “Terimalah uang ini untukmu, anakku. Ini uang halal. Kau pantas mendapatkan lebih daripada ini. Hatimu begitu mulia.” Sang musafir yang tak lain adalah Khalifah Umar bin Khattab bergegas menuju ke rumah majikan sang pemuda tadi. Lalu, ditebuslah pemuda itu dengan memerdekakannya dari status hamba sahaya.

Dalam lanjutan perjalanannya, Umar masih takjub dengan kisah yang baru dia alami.

Di mana Allah? Inilah kalimat yang menggetarkan hati Umar. Rasa takut kepada Allah tidak menggoyahkan iman seorang pemuda tadi meski dirayu dengan materi. Duniawi tidak mampu menyilaukan hati pemuda itu karena keteguhan iman yang hakiki.

Kisah cinta.Abu Mubarak


Inilah kisah indah percintaan seorang tabi’in mulia. Namanya Mubarak.

Dulu, Mubarak itu seorang hamba. Tuannya memerdekakannya kerana keluhuran pekerti dan kejujurannya. Setelah merdeka ia bekerja pada seorang kaya raya yang memiliki kebun delima yang cukup luas. Ia bekerja sebagai penjaga kebun itu. Keramahan dan kehalusan tutur sapanya, membuatnya disenangi semua temannya dan penduduk di sekitar kebun.

Suatu hari pemilik kebun itu memanggilnya dan berkata: “Mubarak, tolong petikkan buah delima yang manis dan masak!”

Mubarak seketika itu bergegas ke kebun. Ia memetikkan beberapa buah dan membawanya pada Tuannya. Ia menyerahkan pada Tuannya. Majikannya mencuba delima itu dengan penuh semangat. Namun apa yang terjadi, ternyata delima yang dipetik Mubarak rasanya masam dan belum masak. Ia mencuba satu persatu dan semuanya tidak ada yang manis dan masak..

Pemilik kebun itu gusar dan berkata: ”Apakah kau tidak dapat membedakan mana yang masak dan yang belum masak? Mana yang manis dan mana yang masam?”

“Maafkan saya Tuan, saya sama sekali belum pernah merasakan delima. Bagaimana saya boleh merasakan yang manis dan yang kecut,” jawab Mubarak.

“Apa? Kamu sudah sekian tahun bekerja di sini dan menjaga kebun delima yang luas yang telah berpuluh kali berbuah dan kau katakan belum merasakan delima. Kau berani berkata seperti itu!” Pemilik kebun itu marah merasa dipermainkan.

“Demi Allah Tuan, saya tidak pernah memetik satu butir buah delima pun. Bukankah anda hanya memerintahkan saya menjaganya dan tidak memberi izin pada saya untuk memakannya?” lirih Mubarak.

Mendengar ucapan itu pemilik kebun itu tersentak. Namun ia tidak langsung percaya begitu saja. Ia lalu pergi bertanya kepada teman-teman Mubarak dan tetangga disekitarnya tentang kebenaran ucapan Mubarak. Teman-temannya mengakui tidak pernah melihat Mubarak makan buah delima. Juga tetangganya.

Seorang temannya bersaksi: “Ia seorang yang jujur, selama ini tidak pernah berbohong. Jika ia tidak pernah makan satu buah pun sejak bekerja disini berarti itu benar.”

***

Kejadian itu benar-benar menyentuh hati sang pemilik kebun. Diam-diam ia kagum dengan kejujuran pekerjanya itu.

Untuk lebih meyakinkan dirinya, ia kembali memanggil Mubarak:

“Mubarak, sekali lagi, apakah benar kau tidak makan satu buah pun selama menjaga kebun ini?”

“Benar Tuan.”

“Berilah aku alasan yang boleh aku terima!”

“Aku tidak tahu apakah Tuan akan menerima penjelasanku apa tidak. Saat aku pertama kali datang untuk bekerja menjaga kebun ini, Tuan mengatakan tugas saya hanya menjaga. Itu aqadnya. Tuan tidak mengatakan aku boleh merasakan delima yang aku jaga. Selama ini aku menjaga agar perutku tidak dimasuki makanan yang syubhat apalagi haram. Bagiku kerana tidak ada izin yang jelas dari Tuan, maka aku tidak boleh memakannya.”

“Meskipun itu delima yang jatuh di tanah, Mubarak?”

“Ya, meskipun delima yang jatuh ditanah. Sebab itu bukan milikku, tidak halal bagiku. Kecuali jika pemiliknya mengizinkan aku boleh memakannya.”

Kedua mata pemilik kebun itu berkaca-kaca. Ia sangat tersentuh dan terharu. Ia mengusap air matanya dengan sapu tangan dan berkata, “Hai Mubarak, aku hanya memiliki seorang anak perempuan. Menurutmu aku mengahwinkannya dengan siapa?”

Mubarak menjawab: “Orang-orang Yahudi mengahwinkan anaknya dengan seseorang kerana harta. Orang Nasrani mengahwinkan kerana keindahan. Dan orang Arab mengahwinkan kerana nasab dan keturunannya. Sedangkan orang Muslim mengahwinkan anaknya pada seseorang kerana melihat iman dan taqwanya. Anda tinggal memilih, mahu masuk golongan yang mana? Dan kahwinkanlah puterimu dengan orang yang kau anggap satu golongan denganmu.”

Pemilik kebun berkata: ”Aku rasa tak ada orang yang lebih bertakwa darimu.”

Akhirnya pemilik kebun itu mengahwinkan puterinya dengan Mubarak. Puteri pemilik kebun itu ternyata gadis cantik yang solehah dan cerdas. Ia hafal kitab Allah dan mengerti sunnah NabiNya. Dengan kejujuran dan ketaqwaan, Mubarak memperoleh nikmat yang agung dari Allah SWT. Ia hidup dalam syurga cinta. Dari percintaan pasangan mulia itu lahirlah seorang anak lelaki yang diberi nama“Abdullah”. Setelah dewasa anak ini dikenal dengan sebutan “Imam Abdullah bin Mubarak” atau “Ibnu Mubarak”, seorang ulama di kalangan tabi’in yang sangat terkenal. Selain dikenali sebagai ahli hadis, Imam Abdullah bin Mubarak juga dikenali sebagai ahli zuhud. Kedalaman ilmu dan ketaqwaannya banyak diakui ulama pada zamannya.

Inilah Buah cinta yang Berasaskan Ketaqwaan, semoga kita dianugerahkan cinta yang disertai ketaqwaan.

Menikmati kesederhanaan

Menikmati Kesederhanaan

Suatu kali Umar

berkunjung ke rumah Rasulullah SAW. Kala itu Umar mendapati Nabi sedang berbaring di tikar yang sangat kasar. Saking kasarnya alas tidur Nabi itu, anyaman tikarnya membekas di

semua

Tidak

beliau.

beralas tikar. Sebagian

beralas tanah. Bantal

pelepah

pun

gunakan

keras.

Melihat pemandangan

langsung menangis.

menangis?” tanya

“Bagaimana saya tidak menangis? Alas tidur itu telah menorehkan bekas di pipi Anda. Anda ini Nabi sekaligus kekasih Allah. Mengapa kekayaan Anda hanya seperti yang saya lihat sekarang ini? Apa Anda tidak melihat

Kisra (Raja Persia) dan

Romawi) duduk di

berbantalkan

dan

emas

terindah?” jawab Umar yang sekaligus balik bertanya.

Apa jawab Nabi?

menghabiskan kenikmatan

kesenangan sekarang

kenikmatan dan kesenangan itu cepat berakhir. Berbeda dengan

lebih senang mendapat

dan kesenangan itu untuk hari nanti. Perumpamaan hubunganku

orang

seperti

dunia

pada musim panas.

sejenak di bawah

berangkat dan meninggalkannya.”

Indah nian perumpamaan Nabi akan

dengan

beliau

hubungan

Dunia ini hanyalah

pemberhentian sementara;

tempat berteduh

kemudian kita meneruskan perjalanan yang sesungguhnya.

Budayakan Malu <3


1. Subuh kesiangan, Dzuhur di perjalanan,
Ashar kerepotan, Maghrib kecapaian, Isya
ketiduran (Damai Indonesiaku) *renungan
2. Apabila kita dibayar mahal, apakah kita
akan bekerja dengan sebaik mungkin,
sekuat tenaga dan sepenuh hati? pasti!
*sambung ke no. 3
3. ﺍَﻟﻠّﻪُ membayar ‘sangat mahal’ dengan
surga yang indah tidak terbayangkan,
apakah kita juga sebaik mungkin
beribadah? *mendengar Khutbah Jumat
4. Berzikir mengingat ﺍَﻟﻠّﻪُ atau ﺍَﻟﻠّﻪُ yang
membuat seorang hamba ingat kepadaNya
dan menyebut asmaNya.. *teman bertanya
5. Berbaik sangka kepada ﺍَﻟﻠّﻪُ SWT
*surrender
6. Kala wajah penat galaunya dunia
berwudhulah, kala tangan letih mengapai
cita bertakbirlah, kala amanah terasa berat
bersujudlah *renungan
7. Kapan disebut anugrah? kalau kita ingat
dan dekat dengan ﺍَﻟﻠّﻪُ , kapan disebut
masalah? jika lupa dan jauh dari ﺍَﻟﻠّﻪُ *Ustad
Yusuf Mansyur
8. Rasa malu terhadap ﺍَﻟﻠّﻪُ SWT artinya
menjaga seluruh anggota tubuh dari
perbuatan maksiat yang diharamkan *radio
Rodja 756am
9. Di dunia ini kita adalah perantau,
alangkah bodohnya sebagai perantau, jika
kita tidak ingat pulang, ke kampung akhirat
*KH Zainudin MZ
10. Seorang bertanya: ‘Apakah aku sudah
ikhlas?’ Imam Ghazali menjawab: ‘Apakah
engkau penikmat sunnah?’ *Ustad Arifin
Ilham
Semoga catatan-catatan kecil ini
bermanfaat – salam

Karena mimpi melihat neraka

Pada zaman Rasulullah SAW jika para sahabat yang mulia

biasanya mereka akan

dan menceritakannya kepada Baginda Rasul. Suatu malam, seorang sahabat nabi yang masih remaja

Abdullah bin Umar ra., pergi ke Masjid Nabawi. Dia membaca

sampai kelelahan. Setelah cukup lama membaca Al-Quran, dia hendak tidur.

Seperti biasa, sebelum

menyucikan diri dengan

berwudhu, baru kemudian merebahkan

berdoa,

dan

badan

Allahumma ayha wa bismika amutu; ya Allah, dengan nama-Mu aku hidup dan dengan nama-Mu aku mati.”

Demikianlah, Baginda

tidur

cara

menuntunnya

Sehingga, dalam tidur pun,

masih mencatatnya sebagai

yang tidak lalai. Dengan menyucikan

yang

orang

ruh

diri,

mendapatkan hikmah dan siraman doa para malaikat.

Sambil pelan-pelan memejamkan mata, Abdullah bin Umar

bertasbih menyebut nama Allah hingga

dalam tidurnya

Di

terlelap.

akhirnya

yang nyenyak, dia bermimpi.

Dalam mimpinya, dia berjumpa dengan dua malaikat. Tanpa berkata apa apa, dua malaikat itu memegang

tangannya dan membawanya

mimpinya, neraka

Dalam

neraka.

bagai sumur yang menyalakan

berkobar kobar. Luar biasa panasnya. Di dalam neraka itu, dia melihat orang-orang yang telah dikenalnya. Mereka terpanggang dan menanggung

yang tiada tara pedihnya.

Menyaksikan neraka yang mengerikan dan menakutkan itu, Abdullah bin Umar seketika berdoa, “A’udzubillahi minannaar. Aku berlindung

Allah dari api neraka.”

Setelah itu, Abdullah bertemu dengan malaikat lain. Malaikat itu berkata, “Kau belum terjaga dari api neraka!”

Pagi harinya, Abdullah

mimpi

mengingat

menangis

dialaminya. Lalu, dia pergi ke rumah Hafshah binti Umar, istri

SAW. Dia menceritakan

mimpinya itu dengan hati yang cemas.

Setelah itu, Hafsah menemui Baginda Nabi dan menceritakan mimpi saudara kandungnya itu pada beliau. Seketika itu, beliau bersabda, “Sebaik-baik lelaki adalah Abdullah bin Umar kalau dia mau melakukan shalat malam!”

Mendengar sabda Nabi

bergembira. Dia langsung

adiknya, Abdullah bin

berkata,

“Nabi mengatakan bahwa kau adalah sebaik-baik lelaki jika kau mau shalat malam. Dalam mimpimu itu, malaikat yang terakhir kau temui mengatakan bahwa kau belum terjaga

neraka. Itu karena kau tidak melakukan shalat tahajud. Jika

terselamatkan dari api

dirikanlah salat tahajud setiap malam. Jangan kau sia-siakan waktu sepertiga malam; waktu di mana

memanggil-manggil

waktu ketika Allah mendengar

hamba-Nya.”

bin

Abdullah

itu,

Sejak

pernah meninggalkan shalat tahajud sampai akhir hayatnya. Bahkan, kerap kali dia menghabiskan

malamnya untuk shalat dan menangis di hadapan Allah SWT.

mengingat mimpinya itu, dia menangis.

kepada

berdoa

Dia

diselamatkan dari api neraka.

Apalagi jika dia juga

baginda Nabi SAW, “Sesungguhnya penghuni neraka yang paling

kiamat

hari

pada

siksanya

seseorang yang diletakkan pada kedua tepak kakinya bara api yang membuat otaknya mendidih. Dia merasa tidak ada orang lain yang

dia.

daripada

siksanya

sesungguhnya siksa yang

adalah yang paling ringan di

neraka.“

Dia berusaha sekuat tenaga

beribadah kepada Allah, mencari ridha Allah, agar termasuk hamba hamba-Nya yang terhindar dari siksa neraka dan memperoleh kemenangan surga.

Akhirnya, dia bisa merasakan betapa nikmatnya shalat tahajud.

agung keutamaan shalat tahajud. Tidak ada yang lebih indah dari saat-saat ia sujud dan menangis kepada Allah pada malam hari.

***

[Ketika Cinta Berbuah

Habiburrahman El Shirazy]

Keistimewaan Ilmu


Pernah Rasulullah SAW bersabda, “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya.” Pernyataan Rasulullah ini menimbulkan perasaan dengki kaum khawarij kepada Ali bin Abi Thalib. Sepuluh orang dari mereka kemudian berencana menguji Ali dengan sebuah pertanyaan yang sama. Jika Ali bisa menjawab pertanyaan itu dengan jawaban yang berbeda-beda, baru mereka akan percaya pada hadits nabi SAW di atas. Lalu masing-masing dari mereka menemui Ali dan mengajukan pertanyaan, “Wahai Ali, lebih istimewa mana antara ilmu dan harta?”

Dengan tenang namun tangkas, Ali bin Abi Thalib menjawab kesepuluh pertanyaan itu dengan jawaban yang berbeda beda disertai dengan alasannya:

“Pertama, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab ilmu adalah warisan para nabi, sedangkan harta adalah warisan Qarun, Haman dan Fir’aun.

Kedua, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab ilmu selalu menjagamu, sedangkan harta, engkaulah yang harus menjaganya.

Ketiga, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab orang berilmu akan memiliki banyak kawan, sedang orang kaya banyak musuhnya.

Keempat, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab ilmu bila dibagikan akan bertambah, sedangkan harta bila dibagikan akan berkurang.

Kelima, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab orang berilmu dipanggil dengan sebutan mulia, sedang orang berharta dipanggil dengan sebutan hina.

Keenam, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab ilmu tidak perlu dijaga, sedang harta minta dijaga.

Ketujuh, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab orang berilmu di hari kiamat dapat memberi syafa’at, sedangkan orang berharta di hari kiamat akan dihisab dengan sangat berat.

Kedelapan, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab ilmu jika dibiarkan tidak akan pernah rusak, sedang harta jika dibiarkan pasti akan berkurang (bahkan habis dimakan)

Kesembilan, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab ilmu menerangi hati, sedangkan harta bisa merusak hati (karena menyebabkan sifat kikir, takabur, dll).

Kesepuluh, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab orang berilmu bersifat lemah lembut dan selalu taat kepada Allah, sedang orang berharta seringkali bersifat takabur dan ingkar kepada Allah.”

Sepuluh orang khawarij yang bertanya itu justru kemudian ditantang oleh Ali bin Abi Thalib, “Seandainya seluruh kaum kalian datang dan mengajukan pertanyaan yang sama tentang istimewa mana ilmu dibanding harta, tentu aku akan menjawab seluruhnya dengan alasan yang berbeda selagi aku masih hidup.” Akhirnya orang-orang khawarij itu mengakui ketinggian ilmu Ali bin Abi Thalib.